Totok Suharto

Totok Suharto

Senin, 05 Januari 2015

1 Januari 2015



Sore di Ciganitri

Sore itu langit putih tanpa semu biru
Angin membisu dalam nadi darah
Tak sepatah kata jua iya atau tidak dari bibirmu

Andai kau tahu betapa gembira bila kata tidak dari bibirmu yang jujur
Tentu angin yang diam akan menggerakkan burangrang
Dan air tak membajiri bojongsoang

Andai kau tahu aku pun ingin mengahiri cinta
Tentu dengan kerindoanmu membasuh tuba
Dengan lantang, kan kuteriakkan aku masih sayang
Karena hadirmu dulu bukan dengan kebencian

Gerimis merinai lembut, itukah air mata kita
Rintik-rintik air membasuh kelam
seperti cinta kita masih mengambang
Pada empang-empang  di tepi kelengangan

Sabtu, 05 Juli 2014

Puisi

Seharusnya Kereta Datang Siang


panas gesekan baja kereta dan gerutu penumpang
kereta datang terlambat satu jam
perut kereta fajar utama melahirkan penumpang
kala matahari jakarta yang garang berangsur diam

peron gagu menerima
sapa dan keramahan palsu

stasiun senin malu
menunggu datangku?

kereta fajar utama datang terlambat lebih satu jam
masinis, dan kondektur apa lagi pemangku stasiun
tak sedikit pun menyesal keterlambatan
mereka tak peduli
dan kereta selalu telat
jika datang tepat bukan KAI

buat apa mencantumkan durasi perjalanan di teket kereta?
buat apa menuliskan jam kedatangan kereta?
bila tidak bisa menjadi lebih berbudaya






Jumat, 30 Mei 2014

Aku Kamu dan Kita

 Aku Kamu dan Kita

jika malam tak ada bintang akulah yang akan bersinar
jika malam tak ada rembulan akulah yang akan meneduhkan

kehangatanku menggantikan pijar mentari
senyumanku meruntuhkan cadas hatimu
kesabaranku melesapkan keangkuhanmu
           karena aku adalah dirimu berbungkus diriku
           karena aku, kamu dan kita adalah satu



                                                           Kudus, 30 Mei 2014

Senin, 12 Mei 2014

Puisi yang Perlu Direnungkan



 by Khalil Gibran

Anakmu bukan milikmu.
Mereka putra putri sang Hidup yang rindu pada diri sendiri,

Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,

Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu.


Berikan mereka kasih sayangmu,
tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,

Sebab mereka ada alam pikiran tersendiri.


Patut kau berikan rumah untuk raganya,

Tapi tidak untuk jiwanya,

Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,

yang tiada dapat kau kunjungi sekalipun dalam mimpi.


Kau boleh berusaha menyerupai mereka,

Namun jangan membuat mereka menyerupaimu


Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,

Pun tidak tenggelam di masa lampau.


Kaulah busur,
dan anak-anakmulah
Anak panah yang meluncur.

Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian.


Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya,

Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.


Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,

Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat

Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap.


Senin, 17 Maret 2014

Puisi-puisi jelang pemilu




Rindu pohon
Dari jendela kelas kulihat pohon reklame menyubur
Melambai tapi tak mampu melindungi seekor emprit pun
daunnya meranggas memanas di dahan nan keras
lalu kemana kerimbunan di sudut tempat mainku ?
jika ranting-ranting berkalung kepongahan baliho iklan
melawan slogan pemilu

dulu di sana nyanyian anak-anak  merdu terdengar
dulu sebaris pepohon pinisium meneduhkan
lalu kemana pula nyanyian burung-burung itu?
Jika kepongahan gambar-gambar caleg mengganti dedaunanmu

Di sana dulu daun kering berjatuhan
Di rambut anak-anak  saat berbaris
Kini semua tak lagi ada
Kemana pohonku ?

di sana ada suara pohon mengaduh
Tak ada yang peduli, semua jadi tuli
Jerit pohon dipaku
untuk wajah-wajah  bersenyum palsu, penjual mimpi di dewan legalisasi
Bisakah penyalur aspirasi
Jika baru mulai sudah melukai...
                                                                siang di SMP 2 Kudus,
                                                                         25 Februari 2014


Puisi untuk anakku
( caleg )

Anakku
Langit masih merah di timur
Lembar lontar belum  banyak terbuka
Pena mereka masih belum menggores
Dunia menganga dan
Dunia menangis di sana
Butuh tangan mungilmu 
   butuh cinta dan senyummu 
   rangkullah mereka
Tidak  saat jelang pemilu kau butuhkan
orang tuanya lumbung suara memenangimu
yang kelak menghantarmu ke meja kerja berwibawa
jangan dia terlupa di buku agenda
bawa  dia dalam saku jas
karena mereka juga anak-anakmu

                                                                                     'tuk mantan siswa yang nyaleg
                                                                                              Mlati Kidul, 1 Maret 2014

Anak yang bertanya

Bapak…
di jalan ada merah
ada biru, hijau, kuning, orange
ada warna yang sama pada bendera
mereka berpropaganda berteriak-berteriak
tuk mengajak khalayak agar kelak
diperjuangkan kebebasan
tidak bayar bila berobat
tidak bayar bila sekolah
mereka  itu siapa? 
yang berani berjanji memikirkan kita

Ibu …
Kenapa aku tak didaftar  pemilih pada pemilu nanti?
Agar  ada yang memberiku uang jajan saat serangan fajar
di bulan April tanggal sembilan
Kenapa aku tak diajak kepesta di lapangan?
Yang kata orang mereka berkampanye
Agar aku belajar perbedaan atau menyamakan idiologi 
demokrasi
Agar  memahami  mereka yang belum tentu bersura
Karena aku tahu, dia hanya berhura-hura
bila  saatnya tiba dia tak akan memberikan suara
Karena  mereka hanya butuh uang semata

                                                                        Kudus, 16 Maret 2014